Jumat, 24 Maret 2017
Hai, guys!
As you know, aku Eden, disini aku mau cerita banyak hal yang
menurutku asyik dan menarik buat dibagiin ke kalian. Tentang apa sih? Ya,
tentang kehidupanku. Hehe. Senggang banget ya, den sampai sempat bikin – bikin blog
begini? Hehe, ya bukannya senggang nggak senggang ya.. Aku suka aja gitu
berbagi pengalaman. Karena realitanya pun aku memang orang yang terbuka (tentu
aja terbuka sama orang yang udah kukenal banget lho ya. Hehe). Kalau disini
mungkin aku Cuma bakal cerita garis besar aja. Tapi ya, beginilah kehidupanku..
Aku bukan orang yang terlalu ambisius. Kadang aku pun lebih sering pasrah dan
menjalani semua yang terjadi. Jika sesuatu nggak berjalan seperti yang ku mau,
yaudah gitu lho.. Mungkin emang harus gitu kan jalannya. Hehe. Seenggaknya aku
masih bisa hidup tanpa hal – hal yang ternyata diluar ekspektasi.
Selain itu, aku sebenernya pemalu banget. Butuh waktu buatku
dekat dan akrab dengan orang baru. Tapi, kalau kalian orang yang humoris,
pastilah bisa gampang akrab denganku. Banyak orang bilang aku humoris dan lucu
dan imut dan gendut dan keriting dan kecowokan (tentu aja yang bilang begitu Cuma
orang - orang yang kenal baik denganku doang wkwk), sedangkan yang belum kenal
aku pasti berpikir bahwa aku orang yang judes, galak, horror, jutek, bongsor,
aneh, tomboy, pendiem. Random banget memang. Hehe.
Oh iya, hampir lupa intro kalau aku ini seorang gadis 18
tahun bertubuh bongsor, berambut ikal yang kadang disanggul berantakan,
berkulit sawo, beraksen jawa medhog, bermata empat, berbulu banyak, bermata
bundar, tinggi 165cm (kalau belum menyusut) dan bermassa 60kg (kalau belum naik
lagi). Sekarang aku kuliah di Politeknik Keuangan Negara STAN, program studi D1
Pajak which means that tahun ini aku bakal lulus dan bakal menghadapi dunia
kerja yang sesungguhnya di umur yang sedini ini. Hehe. Aku lahir, tumbuh besar,
merasakan cinta pertama, berpergian dengan teman – teman, dan tinggal di kota
kecil yang diapit 2 kota kondang, Jogja dan Solo. Yep, I’m from Klaten, Jawa
Tengah. Anak sulung yang hanya memiliki 1 adik perempuan yang seukuran tapi
berjarak 2 tahun. Aku mencintai keluargaku. Sangat. Amat. Dalam. Sekali.
Musik mengiringi pertumbuhanku. Aku suka nyanyi, tapi enggak
jago. Aku ikut paduan suara di semua jenjang pendidikan yang kutempuh tapi
enggak jago banget. Aku suka gitar, bermain gitar juga suka hehe, tapi tetep
aja enggak jago. Banyak orang bilang, keluargaku adalah keluarga seni, kurasa
memang iya, tapi itu Cuma berlaku buat Papa dan adikku saja. Aku dan Mama Cuma penikmat
setia seni mereka berdua. Hehe.
Akademikku sangat buruk. Pake banget. Serius. Tapi, Tuhan
baik samaku. Puji Tuhan banget pokoknya. Dan dari seluruh perjalanan hidupku
sejauh ini, aku menyimpulkan satu hal (kalian boleh setuju atau enggak setuju.
It’s okay, ini Cuma pendapat gadis keriting gendut yang suka memerhatikan hal –
hal kecil tapi kurang teliti dan teledor) bahwa, KAMU ENGGAK PERLU TERLALU
AMBISIUS TERHADAP SUATU HAL YANG KAMU INGINKAN. KUNCINYA ITU BERSERAH PENUH
SAMA TUHAN. PERCUMA JUGA SIH KAMU LAKUIN HAL APA AJA YANG BAHKAN BERESIKO,
KALAU TUHAN MEMANG ENGGAK MENGHENDAKI KAMU MERAIHNYA, YA APA BOLEH BUAT? KALAU
AKU SIH, SEMUA KUJALANI DENGAN SANTAI. SEMUA TERGANTUNG DENGAN APA FOKUSMU?
APAKAH FOKUSMU ADALAH MATERI YANG MELIMPAH? NILAI YANG TERBAIK? RANKING YANG
TERUS MENINGKAT? PACAR YANG RUPAWAN? UNIVERSITAS TERNAMA? ATAU TUHAN YANG
BERHAK MENGENDALIKAN SEGALANYA?
Karena jujur saja, aku pernah terlalu mengharapkan sesuatu dan
aku begitu ambisi dan yakin bahwa aku akan mendapatkannya,tapi kenyataan
berkata sebaliknya. Namun, ketika aku menyerahkan sepenuhnya dalam doa sama
Tuhan, entah kenapa rasanya lebih lega, aku nggak takut lagi perkara aku akan
ditolak, atau aku akan mendapatkannya. Dan kalian tahu nggak? Semenjak aku
berdoa dan sering menyerahkan segala perkaraku sama Tuhan, semua selalu
berakhir indah. Enggak terduga sih, tapi serius indah dan timingnya pas. Nangis
aku bayanginnya. Salah satunya ya ini.. Pengalaman ketika aku ikut USM PKN STAN
2016.
Kalian tahu? Hampir setengah siswa di SMA-ku daftar disana
juga. Dan.. di antara teman – teman seangkatanku, aku termasuk yang paling
terbelakang. Yaudah sih ya, aku mah fine fine aja. Masalahnya aku lebih suka
IPS daripada IPA. Dan saat aku SMA, hanya ada 1 jurusan. IPA saja. thok. thil.
Serius. Gak bohong. Aneh kan? Emang.
#FYI1 : Waktu masuk SMA dulu, aku dikasih form buat memilih
jurusan apa yang aku pingin. Aku centang jurusan IPS. Dengan keadaan Papaku ada
disampingku buat nemenin aku, “Pah, pilih apa ya?”, “Terserah kamu aja, nduk”.
Tanpa pikir panjang ku centang jurusan IPS sebagai jurusan yang ingin kumasuki.
Pengawas daftar ulang melihat form yang kusodorkan dan menggumam, “Hm, IPS ya..”.
Sebenernya dulu aku bingung kenapa beliau berkata seperti itu. Namun, baru aku
sadari, ternyata dari 300++ siswa seangkatanku, hanya 5 orang yang memilih IPS
dan salah satunya adalah aku. Apa aku malu? ENGGAK SAMA SEKALI. Justru aku
bangga waktu itu, somehow. wkwk.
#FYI2 : Waktu MOS hari terkahir, aku dan 4 temanku yg
memilih jurusan IPS itu dipanggil wakasek ke ruang Kepsek. Kami ditanyai hal –
hal enggak penting selama kami di SMP yang berujung pada ‘penyuruhan’ bahwa
kami berlima harus masuk jurusan IPA karena enggak memungkinkan 5 orang siswa
dalam satu kelas berjurusan IPS. Sebelumnya memang udah ada tes tertulis dan
psikologis, tapi entahlah kenapa jadinya malah begini. Dan... jreng jrenggg!!
Akulah anak IPS bertopeng IPA. Tersesat dalam lingkup yang tidak tepat. Aku
bukannya membenci IPA. No! Aku Cuma kurang tertarik saja. Aku lebih suka
mengamati orang, aku lebih excited mendengar sejarah Indonesia, konspirasi,
asal mula tempat ini itu diberi nama demikian dan sebagainya, aku suka
menghafal tanggal (tapi tidak dengan pasal – pasal wkwk), aku suka kehidupan
kelas IPS yang – biasanya –terkesan santai dan sejuk, bukan tegang, spaneng dan
bersaing ketat. Aku suka IPS karena teman – temannya pasti asyik. Satu orang
nggak ngerjain PR, semua enggak ngerjain. Pasti ada pemecah keheningan dan
kekakuan. Di kelas IPA tidak mungkin ada yang seperti itu. Adanya mungkin hanya
orang – orang dengan IQ tinggi yang pandai dan individualis, mungkin ada yang
tidak individualis tapi tidak pandai dan tidak teranggap karena tidak pandai.
Mengetiknya saja membuatku ingin memecah layar monitorku sendiri. Hft. Tapi
yang terjadi biarlah terjadi. Sisi baiknya, aku bisa belajar hal baru. Dimana
aku harus menyesuaikan diri, dimana aku harus lebih berusaha lagi dengan hal
yang aku sendiri kurang suka, melangkah keluar dari zona nyaman, menjadi
pembawa perubahan di dalam kelas yang kaku dan tegang. Aku berusaha. Sekuat tenaga.
Demi orangtuaku yang tak lewat sehari pun mendoakan masa depanku. Namun, otak
sejalan dengan hati kalau tentang ini, bahwa IPA bukan jalanku. Akhirnya nilai
UN Fisika ku pun Cuma mendapat 3,50. Dalam keadaan seperti itu aku tersenyum.
Bukan menangis. Bukan seperti orang pandai nan individualis yang ku tahu. Aku bersyukur.
Sungguh – sungguh bersyukur dengan tulus dari dalam lubuk hatiku. Karena apa?
Karena awalnya aku yakin bahwa aku hanya akan mendapat nilai 1,50 saja. See?
Tuhan itu baik. Kenapa meragukan-Nya? Aku diberi-Nya 3,50 bukan 1,50 bahkan
0,00.
#FYI3 : Masa – masa mencari universitas memang masa – masa terberat
sejauh ini. Karena aku tulang punggung keluaga. Aku anak pertama. Meskipun
wanita, nggak ada yang boleh meremehkanku. Walaupun nilai fisikaku 3,50, nggak
ada yang boleh mengejekku. Nggak apa apa sih kalau mau mengejekku, tapi aku
tidak akan merasa terejek karena itu nilai pemberian Tuhan. Kalau itu nilai
pemberian Komputer/Koreksi guru, mungkin nilainya udah 0,00. Haha. But, I don’t
care. Aku enggak lolos SNMPTN tapi aku enggak nangis sama sekali. Aku daftar
SBMPTN jalur SOSHUM which means aku harus belajar materi – materi anak IPS dari
kelas 10-12, dan mudah ditebak juga dengan waktu belajar singkat, enggak
mungkin aku bisa mengejar materi – materi segitu banyaknya. Aku nggak lolos
SBMPTN. Kemudian, teman – teman mulai riweh dengan perguruan tinggi kedinasan.
Papa Mama mendukungku, teman – teman juga mendukungku, Yaudah aku daftar aja
lah ya.. Daripada nganggur gak dapet Univ. Oh iya, dulu waktu aku enggak lolos
SBMPTN (Pendidikan Bahasa Inggris UNY), aku nangis sumpah..Karena saat itu, cuma
itu satu – satunya harapanku. Sekolah di Univ yang murah aja biar enggak
ngebebanin orangtua. Lagipula Pendidikan Bahasa Inggris sudah jadi cita –
citaku sejak kelas 9. Dan aku sangat yakin 101% bahwa aku bisa masuk kesana.
But, semua hancur berkeping – keping. Kemana lagi aku harus cari Perguruan
Tinggi? Kalau aku cari swasta, enggak tega sama Papa Mama. Aku sama sekali
enggak mau ngebebanin mereka. Sempat diwejangi Eyang dan Pakdhe buat nganggur
setahun dulu. Dan seketika itu juga tangisku makin menjadi – jadi. Gengsi
berada di puncak tertinggi pikiran dan perasaanku. Mau ngapain aku nganggur
setahun? Kerja? Apa Papa Mama nggak akan malu lihat aku nggak bisa lanjut
kuliah meski cuma nganggur setahun aja? Aku enggak mau nganggur. Aku mau
sekolah. Aku malu kalau cuma nganggur. Percuma sekolah di SMA favorit kalau
ujung – ujungnya nganggur. Well, kalian sekarang tahu, tidak selamanya aku
santai dalam menyikapi segala sesuatu. Salah satu kelemahanku, hatiku sangat
kecil dan rapuh, mudah retak, dan hancur berkeping – keping. Satu – satunya kamuflase
terbaik adalah bersikap cuek terhadap hal – hal yang menyusahkanku. Namun,
lambat laun semua menjadi kebiasaan juga.
TO BE CONTINUED...