Jumat, 24 Maret 2017

MY INCREDIBLE STORY #1



Jumat, 24 Maret 2017


Hai, guys!
As you know, aku Eden, disini aku mau cerita banyak hal yang menurutku asyik dan menarik buat dibagiin ke kalian. Tentang apa sih? Ya, tentang kehidupanku. Hehe. Senggang banget ya, den sampai sempat bikin – bikin blog begini? Hehe, ya bukannya senggang nggak senggang ya.. Aku suka aja gitu berbagi pengalaman. Karena realitanya pun aku memang orang yang terbuka (tentu aja terbuka sama orang yang udah kukenal banget lho ya. Hehe). Kalau disini mungkin aku Cuma bakal cerita garis besar aja. Tapi ya, beginilah kehidupanku.. Aku bukan orang yang terlalu ambisius. Kadang aku pun lebih sering pasrah dan menjalani semua yang terjadi. Jika sesuatu nggak berjalan seperti yang ku mau, yaudah gitu lho.. Mungkin emang harus gitu kan jalannya. Hehe. Seenggaknya aku masih bisa hidup tanpa hal – hal yang ternyata diluar ekspektasi. 

Selain itu, aku sebenernya pemalu banget. Butuh waktu buatku dekat dan akrab dengan orang baru. Tapi, kalau kalian orang yang humoris, pastilah bisa gampang akrab denganku. Banyak orang bilang aku humoris dan lucu dan imut dan gendut dan keriting dan kecowokan (tentu aja yang bilang begitu Cuma orang - orang yang kenal baik denganku doang wkwk), sedangkan yang belum kenal aku pasti berpikir bahwa aku orang yang judes, galak, horror, jutek, bongsor, aneh, tomboy, pendiem. Random banget memang. Hehe.

Oh iya, hampir lupa intro kalau aku ini seorang gadis 18 tahun bertubuh bongsor, berambut ikal yang kadang disanggul berantakan, berkulit sawo, beraksen jawa medhog, bermata empat, berbulu banyak, bermata bundar, tinggi 165cm (kalau belum menyusut) dan bermassa 60kg (kalau belum naik lagi). Sekarang aku kuliah di Politeknik Keuangan Negara STAN, program studi D1 Pajak which means that tahun ini aku bakal lulus dan bakal menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya di umur yang sedini ini. Hehe. Aku lahir, tumbuh besar, merasakan cinta pertama, berpergian dengan teman – teman, dan tinggal di kota kecil yang diapit 2 kota kondang, Jogja dan Solo. Yep, I’m from Klaten, Jawa Tengah. Anak sulung yang hanya memiliki 1 adik perempuan yang seukuran tapi berjarak 2 tahun. Aku mencintai keluargaku. Sangat. Amat. Dalam. Sekali. 

Musik mengiringi pertumbuhanku. Aku suka nyanyi, tapi enggak jago. Aku ikut paduan suara di semua jenjang pendidikan yang kutempuh tapi enggak jago banget. Aku suka gitar, bermain gitar juga suka hehe, tapi tetep aja enggak jago. Banyak orang bilang, keluargaku adalah keluarga seni, kurasa memang iya, tapi itu Cuma berlaku buat Papa dan adikku saja. Aku dan Mama Cuma penikmat setia seni mereka berdua. Hehe. 

Akademikku sangat buruk. Pake banget. Serius. Tapi, Tuhan baik samaku. Puji Tuhan banget pokoknya. Dan dari seluruh perjalanan hidupku sejauh ini, aku menyimpulkan satu hal (kalian boleh setuju atau enggak setuju. It’s okay, ini Cuma pendapat gadis keriting gendut yang suka memerhatikan hal – hal kecil tapi kurang teliti dan teledor) bahwa, KAMU ENGGAK PERLU TERLALU AMBISIUS TERHADAP SUATU HAL YANG KAMU INGINKAN. KUNCINYA ITU BERSERAH PENUH SAMA TUHAN. PERCUMA JUGA SIH KAMU LAKUIN HAL APA AJA YANG BAHKAN BERESIKO, KALAU TUHAN MEMANG ENGGAK MENGHENDAKI KAMU MERAIHNYA, YA APA BOLEH BUAT? KALAU AKU SIH, SEMUA KUJALANI DENGAN SANTAI. SEMUA TERGANTUNG DENGAN APA FOKUSMU? APAKAH FOKUSMU ADALAH MATERI YANG MELIMPAH? NILAI YANG TERBAIK? RANKING YANG TERUS MENINGKAT? PACAR YANG RUPAWAN? UNIVERSITAS TERNAMA? ATAU TUHAN YANG BERHAK MENGENDALIKAN SEGALANYA?

Karena jujur saja, aku pernah terlalu mengharapkan sesuatu dan aku begitu ambisi dan yakin bahwa aku akan mendapatkannya,tapi kenyataan berkata sebaliknya. Namun, ketika aku menyerahkan sepenuhnya dalam doa sama Tuhan, entah kenapa rasanya lebih lega, aku nggak takut lagi perkara aku akan ditolak, atau aku akan mendapatkannya. Dan kalian tahu nggak? Semenjak aku berdoa dan sering menyerahkan segala perkaraku sama Tuhan, semua selalu berakhir indah. Enggak terduga sih, tapi serius indah dan timingnya pas. Nangis aku bayanginnya. Salah satunya ya ini.. Pengalaman ketika aku ikut USM PKN STAN 2016. 

Kalian tahu? Hampir setengah siswa di SMA-ku daftar disana juga. Dan.. di antara teman – teman seangkatanku, aku termasuk yang paling terbelakang. Yaudah sih ya, aku mah fine fine aja. Masalahnya aku lebih suka IPS daripada IPA. Dan saat aku SMA, hanya ada 1 jurusan. IPA saja. thok. thil. Serius. Gak bohong. Aneh kan? Emang.


#FYI1 : Waktu masuk SMA dulu, aku dikasih form buat memilih jurusan apa yang aku pingin. Aku centang jurusan IPS. Dengan keadaan Papaku ada disampingku buat nemenin aku, “Pah, pilih apa ya?”, “Terserah kamu aja, nduk”. Tanpa pikir panjang ku centang jurusan IPS sebagai jurusan yang ingin kumasuki. Pengawas daftar ulang melihat form yang kusodorkan dan menggumam, “Hm, IPS ya..”. Sebenernya dulu aku bingung kenapa beliau berkata seperti itu. Namun, baru aku sadari, ternyata dari 300++ siswa seangkatanku, hanya 5 orang yang memilih IPS dan salah satunya adalah aku. Apa aku malu? ENGGAK SAMA SEKALI. Justru aku bangga waktu itu, somehow. wkwk. 


#FYI2 : Waktu MOS hari terkahir, aku dan 4 temanku yg memilih jurusan IPS itu dipanggil wakasek ke ruang Kepsek. Kami ditanyai hal – hal enggak penting selama kami di SMP yang berujung pada ‘penyuruhan’ bahwa kami berlima harus masuk jurusan IPA karena enggak memungkinkan 5 orang siswa dalam satu kelas berjurusan IPS. Sebelumnya memang udah ada tes tertulis dan psikologis, tapi entahlah kenapa jadinya malah begini. Dan... jreng jrenggg!! Akulah anak IPS bertopeng IPA. Tersesat dalam lingkup yang tidak tepat. Aku bukannya membenci IPA. No! Aku Cuma kurang tertarik saja. Aku lebih suka mengamati orang, aku lebih excited mendengar sejarah Indonesia, konspirasi, asal mula tempat ini itu diberi nama demikian dan sebagainya, aku suka menghafal tanggal (tapi tidak dengan pasal – pasal wkwk), aku suka kehidupan kelas IPS yang – biasanya –terkesan santai dan sejuk, bukan tegang, spaneng dan bersaing ketat. Aku suka IPS karena teman – temannya pasti asyik. Satu orang nggak ngerjain PR, semua enggak ngerjain. Pasti ada pemecah keheningan dan kekakuan. Di kelas IPA tidak mungkin ada yang seperti itu. Adanya mungkin hanya orang – orang dengan IQ tinggi yang pandai dan individualis, mungkin ada yang tidak individualis tapi tidak pandai dan tidak teranggap karena tidak pandai. Mengetiknya saja membuatku ingin memecah layar monitorku sendiri. Hft. Tapi yang terjadi biarlah terjadi. Sisi baiknya, aku bisa belajar hal baru. Dimana aku harus menyesuaikan diri, dimana aku harus lebih berusaha lagi dengan hal yang aku sendiri kurang suka, melangkah keluar dari zona nyaman, menjadi pembawa perubahan di dalam kelas yang kaku dan tegang. Aku berusaha. Sekuat tenaga. Demi orangtuaku yang tak lewat sehari pun mendoakan masa depanku. Namun, otak sejalan dengan hati kalau tentang ini, bahwa IPA bukan jalanku. Akhirnya nilai UN Fisika ku pun Cuma mendapat 3,50. Dalam keadaan seperti itu aku tersenyum. Bukan menangis. Bukan seperti orang pandai nan individualis yang ku tahu. Aku bersyukur. Sungguh – sungguh bersyukur dengan tulus dari dalam lubuk hatiku. Karena apa? Karena awalnya aku yakin bahwa aku hanya akan mendapat nilai 1,50 saja. See? Tuhan itu baik. Kenapa meragukan-Nya? Aku diberi-Nya 3,50 bukan 1,50 bahkan 0,00.


#FYI3 : Masa – masa mencari universitas memang masa – masa terberat sejauh ini. Karena aku tulang punggung keluaga. Aku anak pertama. Meskipun wanita, nggak ada yang boleh meremehkanku. Walaupun nilai fisikaku 3,50, nggak ada yang boleh mengejekku. Nggak apa apa sih kalau mau mengejekku, tapi aku tidak akan merasa terejek karena itu nilai pemberian Tuhan. Kalau itu nilai pemberian Komputer/Koreksi guru, mungkin nilainya udah 0,00. Haha. But, I don’t care. Aku enggak lolos SNMPTN tapi aku enggak nangis sama sekali. Aku daftar SBMPTN jalur SOSHUM which means aku harus belajar materi – materi anak IPS dari kelas 10-12, dan mudah ditebak juga dengan waktu belajar singkat, enggak mungkin aku bisa mengejar materi – materi segitu banyaknya. Aku nggak lolos SBMPTN. Kemudian, teman – teman mulai riweh dengan perguruan tinggi kedinasan. Papa Mama mendukungku, teman – teman juga mendukungku, Yaudah aku daftar aja lah ya.. Daripada nganggur gak dapet Univ. Oh iya, dulu waktu aku enggak lolos SBMPTN (Pendidikan Bahasa Inggris UNY), aku nangis sumpah..Karena saat itu, cuma itu satu – satunya harapanku. Sekolah di Univ yang murah aja biar enggak ngebebanin orangtua. Lagipula Pendidikan Bahasa Inggris sudah jadi cita – citaku sejak kelas 9. Dan aku sangat yakin 101% bahwa aku bisa masuk kesana. But, semua hancur berkeping – keping. Kemana lagi aku harus cari Perguruan Tinggi? Kalau aku cari swasta, enggak tega sama Papa Mama. Aku sama sekali enggak mau ngebebanin mereka. Sempat diwejangi Eyang dan Pakdhe buat nganggur setahun dulu. Dan seketika itu juga tangisku makin menjadi – jadi. Gengsi berada di puncak tertinggi pikiran dan perasaanku. Mau ngapain aku nganggur setahun? Kerja? Apa Papa Mama nggak akan malu lihat aku nggak bisa lanjut kuliah meski cuma nganggur setahun aja? Aku enggak mau nganggur. Aku mau sekolah. Aku malu kalau cuma nganggur. Percuma sekolah di SMA favorit kalau ujung – ujungnya nganggur. Well, kalian sekarang tahu, tidak selamanya aku santai dalam menyikapi segala sesuatu. Salah satu kelemahanku, hatiku sangat kecil dan rapuh, mudah retak, dan hancur berkeping – keping. Satu – satunya kamuflase terbaik adalah bersikap cuek terhadap hal – hal yang menyusahkanku. Namun, lambat laun semua menjadi kebiasaan juga.


TO BE CONTINUED...

Senin, 22 Februari 2016

INTROVERT



Introvert.
Itulah kata pertama yang orang pikirkan ketika mengenalku ataupun melihatku. Kurasa aku memang seperti itu. Aku terlalu akrab dengan kesendirianku, aku jarang bergaul dengan teman – teman lelakiku, lebih – lebih dengan teman perempuan. Pastinya aku akan sangat canggung dibuatnya.

Namun, aku selalu mengingat satu temanku. Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia adalah perempuan. Kalian jangan berpikir kalau dia pacarku ya? Karena aku jamin dia tidak akan sudi menerimaku dengan segala keanehan dan ketertutupanku ini. Meskipun, ya, aku sangat mengaguminya. Semakin hari rasa kagum itu semakin berkembang menjadi rasa sayang. Seumur – umur belum pernah aku dibuat luluh oleh satu orang pun. Maksudku, aku sering sekali naksir perempuan, tetapi rasa itu hanya sepihak. Aku sering mendapat penolakan. Bukan berarti aku pernah nembak perempuan lho ya? Maksudku, menyatakan cinta gitu lho. Sumpah, aku belum pernah melakukannya dan sampai saat ini pun aku belum siap melakukannya. Tentu saja karena aku hanya diam. Memendam segala rasa suka itu sampai aku sendiri yang lelah bersembunyi dibalik perasaanku sendiri. Namun, bayangan perempuan yang satu ini sungguh mengirimkan suatu energi yang berbeda. Ini bukan kisah horror hantu kuntilanak atau semacamnya, karena aku bersungguh – sungguh bahwa perempuan ini sangat istimewa dan sangat pas untukku. Baiklah, aku mulai ge-er berat.

Namanya Atika. Panggil saja Tika. Sejak kecil aku mengenalnya. Kami satu SD tetapi beda kelas. Aku yakin kami hanya saling mengenal nama satu sama lain karena selama SD itu kami tak pernah bercakap – cakap sama sekali kecuali kedua orangtua kami yang gemar menunggu kami sewaktu pulang sekolah. Lulus SD dan masuk SMP, kami berpisah. Awalnya memang aku tidak terlalu memedulikannya sih.. karena saat SMP aku naksir teman satu angkatanku bernama Eli. Dia keturunan Cina. Meski tubuhnya sedikit gempal, tapi dia pintar, baik, dan imut. Entahlah bagaimana kronologisnya tapi seperti yang sudah kukatakan, rasa sukaku selalu bertepuk sebelah tangan karena aku selalu memendamnya dalam dalam. Memang aku sangat goblok. Singkat cerita, aku lulus dari SMP dan melanjutkan studiku ke SMA negeri favorit di kota. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Tika. Perempuan itu. Dia tampak berbeda dengan saat SD dulu. Tubuhnya semakin tinggi tentu saja, tetapi sayang dia semakin kurus saja. Entahlah apakah itu hanya perasaanku. Kurasa tidak karena teman – teman SD yang lain – yang kebetulan juga satu SMA lagi dengannya – mengatakan hal yang sama dengan yang kupikirkan. Namun, saat itu Eli juga masuk ke SMA favorit itu dan tak bisa kupungkiri bahwa fokusku adalah Eli karena sampai detik ini aku masih sangat menyukainya bahkan saat dia sudah memiliki pacar sekalipun.

Aku sendiri tak paham dengan diriku sendiri. Aku banyak naksir perempuan tapi tak sedikit pun niatku untuk menjalin hubungan serius. Ya, mungkin karena aku masih terlalu anak mama. Bahkan, di SMA ini aku masih sering diejek teman – teman SMP-ku sebagai anak mama abadi. Bukankah itu kenyataan yang pedih? Dan sialnya kabar itu sampai di telinga Tika. Tika hanya tersenyum geli saat teman – teman mulai mengejekku dan aku hanya akan diam dan memaparkan ekspresi orang tidak berekspresi. Huf, bilang saja tidak memaparkan ekspresi apapun. Susah sekali ya?!

Semakin hari aku semakin penasaran dengan Atika ini. Ternyata dia sangat rajin. Meski tidak sepintar beberapa murid, tetapi dia termasuk yang terajin. Karena aku ingin ketularan rajin, aku selalu bertanya padanya PR hari besok apa saja, tugas untuk minggu depan apa saja, ulangan untuk beberapa hari ke depan apa saja. Semuanya kutanyakan padanya. Bukan pada Tika saja sih, tetapi juga pada semua teman – teman yang kuanggap pintar dan rajin dan sialnya mereka semua perempuan. Tak heran sewaktu SMA itu aku sering dicomblangkan dengan beberapa teman perempuan. Bukan hanya satu melainkan sampai 5 pun ada. Namun, ada yang aneh. Mereka tidak mencomblangkanku dengan Tika. Padahal kalau dilihat – lihat, aku paling sering bertanya pada Tika dibandingkan dengan teman – teman perempuan yang dicomblangkan denganku itu. Ah, jangan – jangan mereka yang naksir aku? Aduh, menjijikkan sekali menjadi lelaki tukang ge-er. Jadi karena apa dong? Oh! Mungkin karena waktu itu Tika masih terlalu menutup diri. Ya, dia masih sangat pendiam waktu itu. Maksudku, pendiam terhadap teman lelaki. Kalau sama teman – teman perempuannya sih dia sudah sangat akrab dan terbuka. Wah, kalau begini aku juga jadi ragu – ragu untuk memulai segalanya. Eh, maksudku memulai pembicaraan semisal dibutuhkan komunikasi tertentu. Hihihi.

Di kelas XI aku mulai melihat perubahan di diri Tika. Dia mulai enjoy dan terbuka terhadap lelaki. Yang lebih mengejutkanku, ia jadi sedikit tomboy. Bukan hanya sedikit sih tapi amat tomboy. Wuw, aku jadi merasa tersaingi. Sebagai lelaki, teman – temanku tak pernah menganggapku lelaki sejati karena aku belum bisa mandiri. Mereka justru lebih menganggap Tika sebagai penjelmaan lelaki sejati. Apa – apaan ini?! pikirku awalnya. Bergaul dengan teman – teman lelaki di kelasku membuat Tika jadi suka mengejekku juga. Dan dari situlah aku mulai bisa mencuri kesempatan untuk mengenalnya. Dia unik. Aku suka itu. Dia tidak seperti Eli yang feminim dan girly ataupun perempuan lain di sekolah yang sangat gengsi dan suka menggosip. Tika berbeda. Dia selalu tampil apa adanya, terbuka dengan segala ejekan teman2 lelaki yang tak pernah lihat situasi, jago main alat musik, tidak suka menggosip – bahkan mukanya kelihatan bingung berat waktu teman2 perempuannya pada asyik menggosip –. Satu hal unik dari Tika adalah dia tidak jijik atau merasa terganggu dengan topik pembicaraan para lelaki di kelas yang sudah pasti sangat menjijikkan itu. Ia bahkan menanggapinya dengan santai. Aku mulai mencari kesempatan untuk mendekatinya. Karena aku penasaran dengannya. Sepertinya dia menerimaku. Maksudnya, sebagai teman ngobrol gitu. Tapi, lama kelamaan, para lelaki malah menyomblangkan kami berdua. Sungguh konyol. Masa mereka menyomblangkanku dengan Tika? Bisa – bisa aku yang dikira perempuan dan Tika-lah sang lelakinya. Tidak mau!

Seperti itulah seterusnya hingga kami naik ke level terakhir SMA. Aku masih menjadi lelaki pembungkam kelas kakap. Haha, begitu saja kok dibanggakan!
Seperti itulah Tika pun menjadi primadona di kelas. Dia sungguh ajaib. Dia bisa menjadi apa saja. Dia bisa menjadi pembuat onar, sumber tawa, bahan ejekan, anak kesayangan guru, musuh ketua kelas, tempat curhat bahkan gebetanku. Segalanya dia bisa lakukan. Dia ajaib banget kan?
Tapi sayang, semakin sering dia dicomblangkan denganku, semakin aku menjauhinya. Tak jarang ia juga jadi sering gombalin aku dan ngerayu aku. Membuatku salah tingkah. Aku gak bisa begini terus. Aku harus bertindak. Mulai saat itu, setiap Tika mulai menoleh ke arahku untuk bercakap – cakap tentang apa saja, aku selalu mengalihkan pandanganku. Menolaknya ketika ia butuh bantuanku, bahkan mengusirnya ketika dia berusaha perhatian padaku. Sungguh aku sangat suka diperhatikan seperti itu karena tak bisa kupungkiri bahwa Tika-lah orang pertama yang sangat peduli padaku. Dan aku sebenarnya sungguh menyesal melakukannya. Namun apa dayaku? Aku introvert. Aku tak akan mengatakan apa yang sebenanya kurasakan padanya. Bahwa aku sangat mencintainya. Amat. Tetapi lidah ini menolak mengungkapkannya.

Tika tak pernah menyerah. Entah dia juga menyukaiku atau hanya ingin menggodaku – karena aku anak cupu – saja. Semakin pula aku tak menyerah menghalau segala tindakan kepeduliannya kepadaku. Aku sempat mendengar para perempuan berbisik pada Tika untuk jadian saja denganku. Tapi, sepertinya Tika ragu – ragu. Tentu saja, mana mau dia berpacaran dengan lelaki cupu seperti aku?
Meski aku sering cuekin dia, bukan berarti aku jahat lho yaa.. sebenarnya aku geli juga melihat ekspresi Tika yang kecewa setiap aku cuekin, tapi aku akan selalu balik menjahilinya dan satu kali tindakan jailku terhadap Tika akan menyebabkan sorakan menggema di seantero kelas. Terpaksa deh harus ganti strategi. Harus lihat kondisi sebelum pedekate sama Tika. Hehe. Dan dengan cara itulah aku mulai sering SMS dia sekaligus pedekate. Alasannya adalah minta dikursusin main gitar sampai hafal. Tetapi sayang banget, sepertinya Tika menganggap permintaanku sebagai bualan semata sehingga ia kelihatan nggak niat dan akhirnya batal deh rencanaku pedekate berduaan dengan kusyuk bersamanya. Sial. Tetapi aku sering ke rumahnya kok. Barang 2 atau 3 kali dengan alibi meminjam buku tugas. Hehe. Pintar kan aku?

Semua usahaku untuk pedekate dengan Tika hampir sepenuhnya gagal sebelum suatu waktu, saat kami berdua kebetulan berangkat pagi karena jadwal piket di hari yang sama, Tika menghampiriku dengan muka serius. Dia memberiku coklat dalam rangka Valentine. Rasanya aku ingin menangis saat menerimanya. Aku bahkan tidak memikirkannya sama sekali untuk memberinya coklat. Aku sungguh pecundang.
“Jangan lupa dihabiskan ya..”, katanya singkat dan manis. Tapi ada sedikit kemurungan dalam nada suaranya.
“Dan.. ini tadi ponselmu terjatuh di parkiran motor”, ia sunggingkan senyum kecil sambil menyodorkan ponselku lalu pergi meninggalkanku. Aku melongo melihat kepergiannya. Dia sangat berbeda hari ini. Dia terlalu diam dari biasanya.

Tak kusangka, saat aku sampai di rumah, di dalam bungkus coklat itu terdapat sepucuk surat dan buku bacaan yang dibungkus kertas kado yang cantik. Ternyata dibalik kemaskulinannya, dia masih memiliki selera perempuan juga.
Aku membukanya dan terkejut membuka surat itu.

Dear, Henry
            Sejak awal kamu memang pecundang, Hen.. Kamu suka menyendiri bahkan tak jarang menganggapku nggak ada sewaktu aku bener – bener ada buat kamu. Apa caraku pun tak bisa kamu cerna? Apa aku terlalu jelek? Apa Eli masih menguasai pikiranmu? Atau foto cewekmu di ponselmu itu ya? Kalau memang jawabannya iya, aku nggak apa kok. Aku juga udah nebak kalau akhirnya bakal kaya gini juga. Aku yakin kamu nggak akan ngomong apa – apa ke aku meskipun aku tau banyak hal yang pengen kamu omongin denganku. Kamu pastinya tau kalau selama ini aku nggak main – main bersikap peduli dan perhatian sama kamu. Aku pengen selalu ada buat kamu. Aku pengen bantu kamu bangkit dan nggak jadi introvert kaya gini lagi. Aku merasa kamu terlalu kesepian. Ejekan teman – teman buat kita memang bikin aku sedikit membuai nggak jelas. Tapi, aku yakin kalau kamu juga merasakan hal yang sama kan? Aku tahu arti dari perilakumu selama ini kalau kamu juga menyimpan rasa yang sama seperti rasaku. Aku sayang kamu, Henry..
            Kalaupun akhirnya kamu lebih memilih menunggu Eli atau cewek di ponselmu itu, I’m compeletely fine. As long as you’re happy, I will take all the risks deh. And aku juga bawain kamu buku tentang Introvert and Everything About It. Karena buku ini, aku jadi tahu dan bisa mengartikan segala perilakumu selama ini. Hehe. I do hope kamu bisa lebih terbuka dengan sekitarmu. Kalau kamu perlu bantuan, just call me and help will come! Good luck for you. I love you and Happy Valentine. Lolos dan lulus yak.. Hehe.

With love,
Atika

Tak terasa air mata menggenang di kedua pipiku dan menetes di surat Tika. Buru – buru kuusap air itu dan kutiup surat itu sampai kering. Dasar cengeng!
Dan ternyata selama ini Tika juga menyukaiku? Wow.. Nggak bisa dipercaya.
Tapi siapa maksudnya foto perempuan di ponsel? Aku buru – buru membukanya.
Tanpa kusadari, aku memasang foto ibuku sewaktu masih muda sebagai wallpaper ponselku. Aku mulai nyengir sendiri membayangkan wajah Tika yang terbakar cemburu melihat foto muda ibuku di layar ponselku. Tika..Tika.. memang benar bahwa kaulah sumber tawa. Dan mulai detik itu kulahap buku pemberian Tika dengan tebal 254 halaman itu satu malam dan telah kuputuskan apa yang akan kulakukan.

Pagi itu, aku melihat Tika sudah duduk di kursinya.
“Cie, datang pertama..”, godaku sambil menaruh tas di sampingnya.
“Cie, datang kedua...”, balasnya sambil agak terkejut melihat tempat duduk di sampingnya sudah kusabotase.”Mau ngapain duduk disitu?”
“Mau duduk sama kamu. Boleh?”, Tika mengedikkan bahu sambil nyengir nggak jelas dan ia pun membuang muka. Nggak salah lagi.. Dia pasti sedang tersipu kan? Haha.
Aku menarik bahunya sampai berhadapan denganku. Mumpung baru ada kami berdua di kelas ini.
“Tik..”,
“Ya?”, tanpa lama – lama – karena aku juga nggak tahan lagi – aku mencium keningnya panjang. Dia sedikit terkesiap tapi aku menahannya. “Hen?”, aku mendengar nada suaranya penuh tanda tanya.
“Aku cinta kamu, Tik. Bahkan saat aku nyuekin kamu sekalipun. Maafin aku harus ngelakuin itu semua. Aku nggak tau harus ngapain lagi...”, Tika menutup mulutku dengan tangannya yang halus dan tersenyum sinis. Tanpa basa basi dia langsung menyosor bibirku dengan cepat dan mengejutkan. Aku ingin mengumpat deh sumpah! Bukan karena dia bersikap nggak sopan, sebaliknya karena aku sudah merencanakan untuk melakukannya setelah menyatakan perasaanku. Eh, malah keduluan Tika. Yah, namanya perempuan maskulin dengan lelaki cupu. Pasti tahulah siapa yang mendahului start? Haha. Untung di kelasku belum dipasangin CCTV. Coba udah, mana berani Tika nyosor bibirku gini? Untung aja Tika cepat ngelakuinnya. Memang top deh pacarku ini.. Ciee, pacarrr cuyyy!!
“Dasar, introvert!”, teriaknya sambil mengacak – acak rambutku. Aku menggeleng kuat – kuat dan menggoyangkan jari telunjukku di depannya.
“Say goodbye to an introvert!”

TAMAT